LAPORAN ANALISA AWAL HASIL SURVEY PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG HARMONI DAN TOLERANSI.
Harmoni dan toleransi di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan perlu segera mendapat perhatian dari semua kalangan. Pasalnya, dari hasil penelitian survey yang dilakukan LBH-P2i yang didukung oleh CORDAID ditemukan bahwa harmoni dan Toleransi rentan merosot. Penelitian yang dilakukan selama 2 bulan ini meliputi lima kabupaten dan satu kota, yakni: Kab. Makassar, Tana Toraja, Maros, Gowa, dan Bone.
Hasil survey menemukan bahwa salah satu penyebab merosotnya harmoni dan toleransi agama adalah ketika agama dijadikan komoditi politik, jika ini terjadi maka sangat rentan terjadi kekerasan yang mengatas namakan agama, ini berdasarkan tingkat kecenderungan responden yang memilih persepsi tersebut, ini akan semakin parah jika penegakan hukum diskriminatif/tidak adil. Penyebab ini bukan tanpa alasan karena responden cenderung setuju dengan persepsi bahwa saat ini banyak kalangan memanfaatkan agama untuk mencapai tujuan politik dan kekuasaan, sama halnya dengan ormas yang berafiliasi agama / kepercayaaan mendapatkan respon lebih banyak kurang setuju jika diberi hak dan kewenangan untuk mengawasi dan melarang semua aktivitas social ibadah atau aliran kepercayaan tertentu karena dipandang dapat menyesatkan atau meresahkan penganut kelompok agama dan kepercayaan yang lain, sekali lagi jika ini terus meningkat maka kekerasan yang mengatas namakan agama tetap tidak bisa dihindari, maka secara otomatis harapan masyarakat tentang gagasan harmoni dan toleransi akan tercederai,.
Hal ini bukan tidak mungkin terjadi kalau Pembina /pemimpin umat beragama terlibat dalam politik praktis sebab hasil survey menunjukkan mayoritas responden pada kategori agama dan pendidikan tidak setuju dan kurang setuju yang mencapai sekitar 31 % sedangkan yang setuju Cuma 19%. Namun pada Golongan usia 20–33 justru lebih banyak menjawab setuju yang mencapai 31% sedangkan usia 33 keatas yang tidak setuju mencapai 25%. Persoalannya bagaimana dibedakan kapan dia menganjurkan tentang moral dan kapan memobilisasi massa ketika Pembina / pemimpin umat masuk pada politik praktis, parahnya lagi kalau para pemimpin umat itu digunakan sebagai alat politik kekuasaan kelompok tertentu.
Pernyataan bahwa banyaknya agama dan kepercayaan yang dibiarkan tumbuh dan berkembang dapat menyulitkan pengembangan harmoni dan toleransi agama mendapatkan tingkat kesetujuan lebih banyak pada golongan usia, pekerjaan dan pendidikan kecuali pada golongan agama, pada golongan agama Islam dan Budha lebih banyak yang menjawab setuju, jumlahnya sampai 37%, berbanding terbalik dengan konfirmasi pada golongan agama Kristen, tingkat ketidak setujuan mencapai 32,9%, responden yang tidak setuju 28,2% dan yang setuju sebanyak 23,9%. Apalagi pada golongan agama Islam sebagian besar setuju bahwa dengan banyaknya agama dan kepercayaan yang jika dibiarkan tumbuh dapat membahayakan iman dan ketakwaan umat beragama, Hal ini bisa saja menjadi penghambat harmoni dan toleransi dan sangat berpeluang adanya disharmoni ketika para elit politik dan elit pemerintah memanfaatkan isu-isu agama untuk meraih simpati dan dukungan publik demi kekuasaan. gejala ini terbukti dan beralasan dengan jawaban responden yang setuju jika disebutkan perubahan kondisi harmoni dan toleransi beragama dipengaruhi iklim politik (sekitar 45%-66%). Dari temuan ini kita bisa melihat bahwa secara umum masyarakat menginginkan harmoni dan toleransi, namun hal itu tidak sepenuhnya benar, gagasan tentang toleransi masih berada pada tataran formal, toleransi diinginkan dan disetujui tetapi keberagaman agama justru cenderung tidak disetujui, bahkan banyaknya agama menjadi suatu ketakutan terhadap tingkat keimanan. Tidak terkecuali responden mahasiswa dan responden yang berpendidikan tinggi. Indikator toleransi bisa dilihat pada rumah tangga yang di dalamnya terdapat anggota keluarga yang berbeda agama/kepercayaan, dalam survey ini lebih banyak yang kurang setuju dengan kondisi seperti itu, jadi harmoni dan toleransi masih dalam tataran “ya” atau “tidak” tapi ini juga menjadi gamabaran bahwa harmoni dan toleransi belum sepenuhnya hilang dalam masyarakat kita.
Norma-norma budaya dan kearifan-kearifan local disetujui sebagai pendorong terciptanya harmoni dan toleransi beragama, yang berasal dari masyarakat hal ini menjadi sinergis kalau kepercayaan terhadap pemerintah dalam pengembangan harmoni dan toleransi beragama tetap terjaga selain itu penganjur agama dan tokoh agama juga direkomendasikan oleh responden sebagai orang yang bertanggung jawab mengembangkan dan mempertahankan harmoni dan toleransi, hal ini bisa tercapai jika para tokoh agama meningkatkan dialog berkala dengan menghapus kecurigaan satu sama lain, meningkatkan intensitas komunikasi social dan kegiatan-kegiatan bersama antara ormas keagamaan yang berbeda yang menjadi pilihan terbanyak, beberapa solusi lainnya yang dipilih yaitu mendorong terbangunnya kerja sama kelompok pemuda/remaja/mahasiswa berafiliasi agama.
Selanjutnya pemerintah harus merespon dan bertanggung jawab mengembangkan serta mempertahankan harmoni dan toleransi beragama sebab tingkat kesetujuan ditemukan lebih banyak pada semua golongan terhadap regulasi yang mengatur harmoni dan toleransi antar umat beragama, begitu pula mengenai regulasi yang mengatur kebebasan mengembangkan agama dan kepercayaan di masyarakat, hasil survey menampilkan jawaban setuju dengan hal itu, pemerintah harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat dengan memberi pelayanan tanpa adanya kesan perbedaan karena alasan keyakinan agama temuan ini relevan dengan pilihan responden bahwa pemerintah yang harus bertanggung jawab mengembangkan dan mempertahankan harmoni dan toleransi beragama, yang diikuti oleh masyarakat, penganjur agama dan tokoh agama.
Survey ini menjaring Jumlah responden sebanyak 998 orang dari 1030 yang disebar pada 5 kabupaten di Sulawesi Selatan (kabupaten yang penduduk agamanya beragam dan padat penganut agama yang berbeda) sekaligus margin of error ± 3%, target sampel yaitu kelompok masyarakat, mahasiswa pada perguruan tinggi yang berafiliasi keagamaan dan aktivis keagamaan, ormas keagamaan kemudian di bagi menjadi 4 golongan dengan responden yang sama yaitu golongan usia mulai dari usia 20 keatas, golongan pendidikan yakni kategori menengah (lulus SMA dan Diploma) dan kategori tinggi (S1,S2 dan S3), kelompok pekerjaan dibagi menjadi kategori PNS/TNI/POLRI, kategori professional (karyawan swasta, wiraswasta, dokter, jurnalis, lawyer, aktivis LSM), kategori mahasiswa, dan kategori lain-lain, kemudian kelompok agama dibagi kategori Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kepercayaan, metode survey ini specified random sampling. tujuan survey ini yaitu untuk mengetahui persepsi semua golongan masyarakat, khususnya golongan/kelompok masyarakat menengah, akar rumput dan mahasiswa perguruan tinggi berafiliasi agama tentang harmoni dan toleransi agama. Dalam Survey ini juga ditambahkan dengan kolom tambahan untuk memberikan kesempatan responden menambahkan pendapatnya yang juga jadi bahan analisa tim peneliti.
Tim peneliti survey ini diketuai oleh Ibrahim Massidenreng, dengan anggota tim yaitu Ahmad Amir, Subhan Makkuaseng, Muh. Jafar, Mimit Pakasi
Terima kasih.
- Survery 2008
- Disclaimer notes : disini